Kamis, Oktober 18, 2007

Sharing Teknis Pengolahan Data Sekunder (SUSENAS)

Hello pencinta Statistik untuk Data sekunder,,,,

Apabila dari rekan, rekan ingin sharing tentang pengolahan data sekunder silahkan comment di Forum ini...

Forum ini juga khusus untuk pengolahan data dengan program SPSS atau Stata.

kirimkan syntax anda yang ingin di tanyakan dan kalau memang perlu untuk interpretasi hasil bisa di kirimkan per email : kihariyadi.ugm@gmail.com atau per web ini.

Terima kasih

Salam
Eki

Jumat, Juli 20, 2007

Software Rulisoft

Hi,
Ini meruapkan info yang sederhana untuk memenuhi kebutuhan program bantu manajeman dan pengendalian usaha serta pribadi.

Rulisoft merupakan perusahan pembuatan program-program berbasis windows.

alamatnya Rulisoft, silahkan input nama anda dan alamat email (klik).
Ataupun bisa juga dengan mengirim link berikut: member

Mengakses area member di Registrasi


Rulisoft.com
*)Hanya berlaku untuk produk utama (Omset, Benefit dan Pajak21).

Jumat, Mei 04, 2007

Teknik Pengolahan Data ==>Statistik Deskriptif

Malam,...

Mengolah data memang memerlukan satu seni dan Teknik yang tepat.

Untuk tipe data non kategorik (Skala Rasio dan Interval) maka anda memakai statistik deskriptif berupa ukuran (1) ukuran pusat yaitu Mean, Median, Modus (2) ukuran sebaran yaitu (minimum, Maksimum, Range, Standar deviasi, Variansi) (3) Ukuran Simetrik (Skewness, Kurtosis)

Untuk tipe Data Kategorik (Nominal dan Ordinal) maka anda memakai Statistik Deskriptif berupa ukuran (1) Jumlah Data perkategorik (2) Prosentase (%) data perkategorik.

Contoh
Misal data Pendidikan Terakhir
1. SD
2. SMP
3.SMA
4. PT/Akademi

Maka ukuran mean, median, modus tidak dipakai...seadainya rata-ratanya adalah 2,4 nah looh artinya apa?? tetapi modus bisa di pakai: misal modus nya 3 artinya data yang sering muncul adalah 3 (SMA). Tetapi lebih tepat Prosentase yang di pakai yaitu
==================
Kategorik | N %
--------------------------
SD |
SMP |
SMA |
PT/Akademi |
--------------------------

Sehingga jika ditanya jumlah SMA berapa ? dan berapa komposisnya dari sampel yang diambil tersebut...

OK
Selamat belajar

Salam

Selasa, Mei 01, 2007

Pulau Natuna yang Indah

Selasa...11, April 2007 - 22 April 2007

Betul, berita tentang Natuna memang Indah. Itulah kesan pertama waktu menginjak kaki di Pulau Natuna Besar.. (Ibukota Kab Natuna yaitu Ranai)

Dengan pemandangan Laut yang terhampar biru...kehijauan.. sejauh mata memandang yang tampak hanya laut..laut...laut dan lautan .

Dengan memiliki daerah lautan yang demikian luas seharusnya kabupaten ini akan bisa langsung eksplorasi hasil laut dengan potensi yan sangat besar.

Makan yang paling murah di wilayah ini adalah Kepala Ikan Karang....Wow buesar dan murah betul. Begitu juga Ikan Bakar yang betul-betul segar dan langsung tangkapan Nelayan.
Namun hati-hati kalau makan Pecel Lele di Jogja @ 3,5 ribu sampai @ 5 ribu, di Natuna bisa 20 ribu sampai 25 ribu.. he eh padahal lelenya kurang enak lho.. maklum lele yang di peroleh dari hasil memancing nelayan. Sedang ikan Karang yang besar yang porsinya cukup untuk 3 orang bisa anda peroleh dengan harga 35 ribu... he he sudah plus minum teh Obeng (teh celup @ 5 ribu per porsi)

Pemda Natuna memiliki APBD yang Tinggi, PDRB masyarakat yang besar dan jumlah penduduk yang hanya 100 rb jiwa merupakan tempat yang sangat pas bagi SDM/lulusan yang masih segar dan ingin berpetualang...serta membangun bangsa ini.

Ok itu dahulu tulisan saya, semoga bermanfaat

Salam

Selasa, April 03, 2007

Balikpapan oh Balikpapan

Balikpapan,

27 - 30 Maret saya di Balik Papan dalam rangka Pengambilan data Kebijakan Kesehatan untuk penelitian Pengelolaan RSU Penajam, Paser Utara.

Indah itulah pertama kali yang muncul dari pikiran saya. Betul orang bilang Balikpapan adalah kota Minyak, pengolahan minyak milik pertamina menjadi pemandangan indah terutama ketika malam hari. Jalan -jalan yang ramai dari pagi hingga malam memperlihatkan bahwa balikpapan adalah kota yang hidup selama 24 jam.

Pertama kali yang menyambut kita adalah pemandangan pantai yang tenang dan damai posisi Balikpapan yang berada di tepi pantai dan sangat dekat merupakan ke unikan tersendiri yang menambah indahnya pemandangan kota ini.

Banyak Masjid Agung (besar) yang berkumandang, di sana-sini terdengar bunyi puji-pujian seperti di Jawa/masjid kaum NU. Ternyata sebagian besar memang penganut Faham NU sehingga puji-pujian dan sholawat-an terdengar mengema di Kota Ini.

Next==>

Sabtu, Februari 03, 2007

Demografi, Sosek, ATP dan Sarana YanKes di DKI 2004

Demografi, Sosial Ekonomi, Kemampuan Membayar Masyarakat (ATP)
dan Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2006

Pengantar

Informasi keadaan masyarakat di suatu wilayah sangat penting sebagai data demografi masyarakat. Data sosial dan ekonomi keluarga dan individu yang diperlukan antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, lokasi tinggal dan lain sebagainya. BPS sebagai lembaga resmi pengumpul data demografi dan kependudukan menyediakan informasi yang diperlukan.

Survei sosial ekonomi nasional (Susenas) yang dilakukan setiap tahun dapat merepresentasikan gambaran perubahan yang dialami oleh penduduk secara luas. Data cross section yang diambil oleh BPS memberikan dasar bahwa pengamatan sekali untuk melihat perubahan kejadian pada periode tertentu, profil kesehatan wilayah yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan 2005 juga di jadikan data sekunder untuk analisa ini.

DKI Jakarta sebagai suatu propinsi dan sekaligus Ibu Kota di Indonesia merupakan wilayah yang sangat istimewa. Ibukota negara ada di wilayah propinsi ini sehingga sangatlah wajar apabila propinsi ini merupakan wilayah yang sangat penting.

Geografis dan Demografi /Kependudukan DKI Jakarta

Jakarta terletak di bagian barat laut pulau Jawa. Koordinatnya adalah 6°11′ LS 106°50′ BT. Jumlah Penduduk Propinsi DKI tahun 2006 sebesar 7.523.591 jiwa. Luas wilayah DKI adalah 650 km2, sehingga kepadatan penduduk rata-rata adalah 11.365 jiwa per km2. Apabila diperinci dari informasi profil kesehatan maka daerah yang memiliki kepadatan penduduk terbesar adalah di Jakarta Pusat sebesar 18.309 jiwa per km2 dan wilayah paling jarang adalah Jakarta Utara yaitu 8.598 jiwa per km2. (Kependudukan, 2006; Wiki Pedia, 2006)

Tabel 1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan penduduk.

Wilayah

Kec

Kelurahan

Jumlah

Penduduk

Luas

(Km2)

Kepadatan

Jakarta Pusat

8

44

881.592

48

18.309

Jakarta Utara

7

35

1.181.295

137

8.598

Jakarta Barat

8

56

1.576.899

125

12.59

Jakarta Selatan

10

65

1.725.079

146

11.838

Jakarta Timur

10

65

2.139.073

197

10.836

Kepulauan Seribu

-

-

19.653

9

2.259

Total

43

265

7.523.591

662

11.365

Sumber : Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan DKI, 2006

Piramida Penduduk

Sumber: Data Susenas 2004 yang di Olah (n = 28.765 Individu)

Grafik 1. Piramida penduduk

Komposisi piramida diatas memberikan gambaran bahwa populasi penduduk golongan produktif berjenis kelamin perempuan 16–30 tahun merupakan kelompok yang memiliki proporsi tinggi sebesar 34% dari seluruh penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu usia 16-20 sebesar 11 % , 21-25 sebesar 12 % dan 26-30 tahun sebesar 11 %. Kelompok laki-laki usia 21-30 merupakan kelompok terbesar yaitu usia 21-25 sebesar 11,5% , sedang usia 26-30 sebesar 11 % . Jenis piramida ini merupakan type negara berkembang.

Komposisi umur penduduk dapat di lihat bahwa proporsi perempuan lebih besar untuk kelompok umur ini dibandingkan penduduk laki-laki. Grafik pie berikut:

Grafik 2. Komposisi penduduk per jenis kelamin

Terlihat proporsi penduduk wanita sebesar 50,1 % lebih tinggi dari penduduk laki-laki yaitu 49,9%. Penduduk usia produktif (15-55 Thn) per-jenis kelamin dapat terlihat dari grafik berikut :

Grafik 3. Komposisi penduduk produktif dan tidak produktif per jenis kelamin

Ternyata proporsi usia produktif wanita(71,6%) lebih besar dari proporsi usia produktif laki-laki(71%) dan usia tidak produktif laki-laki (29%) lebih besar dari wanita(28,4). Kesimpulan yang dapat di hasilkan dari 2 grafik diatas bahwa jumlah wanita lebih banyak di DKI dan proporsi usia aktif lebih dominan wanita.

Komposisi per-kelompok umur dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2. Proporsi Penduduk di DKI Jakarta (per kelompok usia )

Tahun 2004
Umur |
Respon| Freq. Percent Cum.
--------------------------
0-4
| 2,329 8.10 8.10
5-10
| 2,840 9.87 17.97
11-15 | 2,335
8.12 26.09
16-20 | 3,000 10.43 36.52
21-25 | 3,375 11.73 48.25
26-30 | 3,177 11.04 59.29
31-35 | 2,692
9.36 68.65
36-40 | 2,241
7.79 76.44
41-45 | 1,851
6.43 82.88
46-50 | 1,612
5.60 88.48
51-55 | 1,152
4.00 92.49
56-60 |
869 3.02 95.51
61-65 |
622 2.16 97.67
65+
| 670 2.33 100.00
------------+--------------
Total |28,765 100.0

Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Masyarakat di Prop. DKI , 2004

Pendidikan Tertinggi

yang pernah diduduki

%



Tidak Sekolah

11,5

Tidak Sekolah-2 (>=5 thn)

16,05

SD/Tsanawi

18,68

SMP/MTS

18,07

SMA/Aliyah/SMEA

20,94

D1/D2/D3/Sarmud

7,18

D4/S1

0,79

S2/S3

2,63

Total

100

Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Sebagian besar masyarakat berpendidikan SMA/Aliyah/SMEA yaitu sebesar 20.94 % dan SMP/MTs sebesar 18,07%. Ternyata banyak juga sebesar 11,5 % yang tidak sekolah dan 2,63% berpendidikan S2/S3. Apabila di perinci per jenis kelamin maka untuk kelompok usia ≥ 5 tahun maka grafik batang berikut dapat memperlihatkan gambarannya

Grafik 4. Komposisi status pendidikan (Ijazah terakhir) per-jenis kelamin

Terlihat bahwa pendidikan SMU merupakan kelompok mayoritas antara laki-laki dan perempuan seperempat dari pendidikan yang pernah di tempuh. Hal ini juga menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan dasar pentarif-an, dengan melihat kelompok masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan melampaui minimal SMU merupakan kelompok terbesar. Sehingga bisa dipredikasi tingkat pekerjaan dan pendapatan yang di peroleh masyarakat. Tentu saja hal ini bisa kita hubungkan dengan tingkat status kesehatan masyarakat.

Pendapatan Masyarakat DKI Jakarta

Tabel 4. Distribusi Pendapatan rumah tangga di Propinsi DKI, 2004.

Pendapatan

Rumah tangga

Frekuensi.

%

Kumulatif

0

2.500

35,22

35,22

0-250.000

85

1,2

36,42

250.000-500.000

306

4,31

40,73

500.000-750.000

655

9,23

49,96

750.000-1.000.000

933

13,14

63,10

1.000.000-1.250.000

425

5,99

69,09

1.250.000-1.500.000

545

7,68

76,77

>1.500.000

1.649

23,23

100

Total

7.098

100


Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Terlihat bahwa dari yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan income sebanyak 35,22% rumah tangga tidak memberikan jawaban berapa penghasilan mereka. (secara teknis pengolahan agar bisa di lakukan operasi matematik maka di isikan nilai 0). Dari yang mengisi > 1,5 Juta merupakan kelompok pendapatan dengan proporsi terbesar yaitu 23,23 %. Untuk kelompok 750 – 1 Juta sebesar 13,14% menduduki peringkat ke 2.

Deskriptif income.

Tabel 5. Deskriptif Pendapatan rumah tangga di Propinsi DKI Jakarta - 2004.

Variabel

Obs

Rata-rata

Std. Deviasi

Minimal

Maksimal

Income

7,098

1,103,474

1,670,526

0

30,000,000

Sumber: Pengolahan Susenas ,2004

Pengeluaran Masyarakat DKI Jakarta

Pengeluaran makan dari Susenas 2004 ini meliputi pengeluaran sebagai berikut:
1. padi-padian
2. umbi-umbian,
3. ikan,
4. daging,
5. telur dan susu,
6. sayur-sayuran,
7. kacang-kacangan,
8. buah-buahan,
9. minyak dan lemak,
10. bahan minuman,
11. bumbu-bumbuan,
12. konsumsi lainnya,
13. makanan dan minuman jadi,
14. minuman mengandung alkohol,
15. tembakau dan sirih,

Jadi ada 15 item pertanyaan yang di jadikan sebagai dasar pengeluaran makan dikurangi item 13, 14 dan 15 sehingga ada 13 item yang dipakai dalam analisa ini.

Tabel 6. Pengeluaran Makan dan Minuman Jadi, Alkohol Tembakau sirih perminggu /Rumah Tangga, 2004.

Variabel

rata-rata

Median

SD

Min

Maks







Makanan dan

minuman Jadi

51.557

35.000

64.932

0

2.250.000

Minumal Beralkohol

312

0

7.102

0

400.000

Tembakau dan Sirih

21.678

20.000

23.462

0

320.000

Total Makan

179.483

155.800

111.790

15.000

3.036.000

Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Terlihat bahwa sebenarnya dana masyarakat yang dipakai untuk pengeluaran makan non esensial berupa makanan dan minuman jadi rata-rata adalah 51 ribu dengan median nya adalah 36 ribu per minggu , untuk minuman beralkohol sebesar 312 dan untuk pengeluaran rokok dan tembakau sebesar 21 ribu perminggu per rumah tangga. Hal ini memberikan informasi bahwa sebenarnya masyarakat memiliki dana yang cukup besar tergambar dari pengeluaran makan non esensial (Tidak penting/tidak utama). Bila di jumlahkan ke 3 item diatas maka di peroleh nilai rata-rata 73 ribu atau nilai tengah sebesar 55 ribu per minggu per rumah tangga, nilai yang cukup besar jika ingin dipakai misal untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Atau untuk penentuan pola tarif di Rumah sakit.

Tabel 7. Deskripsi pengeluaran makan, non makan dan total pengeluaran (per-bulan/RT)

Variabel

Rata-rata

SD

Minimal

Maksimal

Makan

769.213

479.100

64.286

13.000.000

Esensial

315.203

309.835

0

9.900.000

Non esensial

454.011

277.016

0

3.642.858

Non Makan

1.132.245

2.234.728

75.500

60.200.000

Total

1.901.458

2.521.448

282.523

62.900.000

Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Sebanyak 7.098 rumah tangga yang menjadi responden dari penelitian Susenas 2004 diperoleh hasil rata-rata pengeluaran untuk makan esensial sebesar 315 ribu rupiah dan non esensial untuk makan sebesar 454 ribu rupiah perkeluarga perbulan, sedang untuk pengeluaran bukan makan sebesar 1,132 Ribu rupiah perkeluarga perbulan. Rata-rata total pengeluaran perbulan untuk rumah tangga di propinsi DKI sebesar 1,9 Juta rupiah.

Pengeluaran makan maksimal 13 Juta rupiah sedang pengeluaran non makan maksimalnya adalah 60 Juta Rupiah. Secara keseluruhan pengeluaran rumah tangga di DKI memiliki nilai terendah 280 Ribu dengan maksimal sebesar 62,9 Juta rupiah.

Distribusi pengeluaran berdasar kuintile pengeluaran perkapita.

Untuk melihat lebih detail mengenai pengeluaran masyarakat di DKI maka kita bisa melihat perbedaan antar kelompok ekonomi (dengan kriteria persentile : membagi kelompok masyarakat berdasar pengeluaran perkapita, di rangking dari pengeluaran terendah ke pengeluaran tertinggi kemudian di kelompokkan secara proporsional menjadi 10 kelompok, kelompok persentile 1 (terendah kita asumsikan rumah tangga paling miskin) dan kelompok persentile ke 10 (terbesar kita asumsikan terkaya) akan kita lihat perbedaan antara kelompok ini) sehingga kita mengetahui berapa sebenarnya kenyataan hidup masyarakat )

Tabel 8. Pengeluaran untuk makan (esensial) per kuintile pengeluaran Rumah tangga di DKI Jakarta, 2004.

Quintile

Rata-rata

Median

SD

Minimal

Maksimal

Termiskin (1)

176.216

165.000

116.372

0

1.150.714

2

198.192

180.000

115.579

0

900.000

3

233.501

207.857

151.261

0

1.320.000

4

240.400

214.286

151.805

0

985.714

5

260.133

225.000

165.632

0

1.392.857

6

296.290

257.143

201.123

0

1.868.571

7

328.990

270.000

261.100

0

2.755.714

8

358.571

300.000

260.555

0

2.065.714

9

413.394

351.429

298.987

0

3.008.572

Terkaya (10)

646.728

471.429

651.939

0

9.900.000

Sumber: Pengolahan Susenas ,2004

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa rasio pengeluaran rata-rata makan terkaya dengan termiskin adalah 3,67 artinya bahwa pengeluaran makan kelompok terkaya adalah hampir 4 kali kelompok termiskin, dengan interval rata-rata pengeluaran adalah 470 ribu rupiah. Sedang rasio median pengeluaran terkaya adalah 2,86 kali median pengeluaran termiskin Sehingga bisa kita lihat nilai perbedaan yang besar antara kelompok terkaya dan termiskin.

Tabel 9. Pengeluaran untuk makan (non esensial) per-kuintile pengeluaran Rumah tangga di DKI Jakarta, 2004.

Quintile

rata-rata

Median

SD

Minimal

Maksimal

Termiskin (1)

376.612

359.786

128.475

0

964.714

2

390.647

378.857

136.211

0

1.236.000

3

405.387

381.000

150.444

0

1.551.429

4

411.212

383.571

156.915

0

1.058.572

5

423.014

401.143

169.623

0

1.339.071

6

434.651

412.071

180.051

0

1.307.572

7

456.841

436.500

209.072

0

1.221.429

8

470.741

447.321

253.343

0

2.256.429

9

506.277

507.911

316.512

0

2.348.572

Terkaya (10)

664.979

530.143

594.984

0

3.642.858

Sumber: PEngolahan Susenas,2004

Terlihat distribusi nilai dana yang dapat dijadikan dasar pentarifan sebagai salah satu sumber data yang di berlakukan di rumah sakit. Termiskin memiliki dana non esensial makan (1.bagian makan dan minuman jadi, 2.minuman mengandung alkohol dan 3.tembakau dan sirih) sebesar 376 ribu rupiah sedang terkaya memiliki dana 664 ribu rupiah per bulan per rumah tangga. Artinya tanpa melakukan hal ini pun rumah tangga bisa hidup minimal.

Tabel 10. Pengeluaran untuk non makan per-kuintile pengeluaran Rumah tangga di DKI Jakarta, 2004.

Quintile

Rata-rata

Median

SD

Minimal

Maksimal

Termiskin (1)

433.455

397.333

185.345

84.666

1.209.250

2

524.404

477.406

230.521

99.333

1.556.416

3

613.952

577.721

275.568

146.750

1.664.583

4

681.042

641.312

304.442

140.520

2.070.333

5

737.404

694.750

313.248

116.933

2.283.764

6

851.922

789.750

381.160

75.500

2.452.033

7

951.064

851.404

485.601

114.500

2.951.250

8

1.106.251

980.833

606.510

141.666

3.612.500

9

1.506.997

1.326.967

948.778

108.833

4.597.000

Terkaya (10)

3.919.326

2.258.212

6.207.418

151.666

60.195.000

Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Dari tabel 10 diatas dapat di gambarkan rata-rata pengeluaran non makan terendah kelompok termiskin adalah 433 ribu rupiah sedang kelompok terkaya 3,92 juta rupiah, range nya adalah 3,49 Juta rupiah-, rasio terkaya dengan termiskin adalah 9,04 artinya bahwa rata-rata pengeluaran nonmakan terkaya adalah 9 kali termiskin.

Dengan memakai median rasio kaya dan miskin adalah 3,94 artinya median pengeluaran terkaya adalah 5,67 kali median pengeluaran termiskin. Dan apabila di rasiokan dalam prosentase dari total pengeluaran antar kelompok sosial ekonomi maka jumlah terkaya memberikan kontribusi dalam total pengeluaran sebesar 34,6% dari seluruh pengeluaran yang ada sedang kelompok termiskin hanya 3,8% terlihat bahwa perbedaan sangat besar sekali.

Tabel 11. Rata-rata pengeluaran (konsumsi) per-kuintile pengeluaran Rumah tangga di DKI Jakarta, 2004.

Quintile

Rata-rata

Median

SD

Minimal

Maksimal

Termiskin (1)

986.282

944.440

316.060

282.523

2.545.535

2

1.113.243

1.080.059

360.009

432.975

2.986.987

3

1.252.840

1.151.151

426.048

510.880

2.993.154

4

1.332.653

1.261.017

458.373

300.805

3.205.011

5

1.420.550

1.393.773

492.943

350.416

3.416.478

6

1.582.863

1.565.863

596.085

379.178

3.956.094

7

1.736.895

1.497.615

737.926

435.333

4.808.487

8

1.935.562

1.768.642

862.678

508.094

6.147.500

9

2.426.668

2.286.178

1.222.559

622.857

6.751.000

Terkaya (10)

5.231.033

3.399.940

6.765.510

850.916

62.942.142

Sumber: Pengo;ahan Susenas, 2004

Dari tabel 11 diatas dapat di gambarkan konsumsi rumah tangga di DKI Jakarta. Perbandingan rata-rata pengeluaran kelompok termiskin adalah 986 ribu rupiah dan terkaya 5,23 juta rupiah, rangenya adalah 4,24 Juta rupiah, rasio terkaya dengan termiskin adalah 5,3 artinya bahwa rata-rata pengeluaran terkaya adalah 5 kali dibandingkan termiskin.

Perbandingan median termiskin sebesar 944 ribu rupiah dan terkaya 3,4 Juta rupiah. Rasio median pengeluaran adalah 3,6 artinya median pengeluaran terkaya 3,6 kali median pengeluaran termiskin. Dengan range sebesar 2,46 juta rupiah.

Demikian apabila dirangkum rumah tangga yang ada memberikan informasi mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dari sisi pengeluaran ternyata ada jurang antara termiskin dan terkaya adalah 3,6 kali.

Kemampuan Membayar (Ability to Pay/ATP)

Untuk menentukan target pasar yang ada dan penentuan harga dari suatu barang atau jasa pelayanan maka sangat perlu dilakukan pendekatan dengan dua nilai yaitu kemampuan pembiayaan masyarakat dan kemauan masyarakat atau lebih dikenal dengan ATP dan WTP. Kriteria yang tepat berdasar cara mendapatkan barang dan pelayanan, dan terkait distribusi pendapatan dan kekayaan, dan bagaimana fasilitas membayar dan konsumsi, dapat diterima.

Disini sebagai dasar kemampuan membayar adalah 5 % X (Income-Pengeluaran makan) atau (5 %* Disposible Income) bersumber WHO. Susenas 2004 dapat dipakai untuk mengambarkan ATP masyarakat di propinsi DKI Jakarta dengan memakai income mengadopsi penelitian Ke Xu dan Kawabata dari WHO tahun 2005. Hasilnya di sajikan dalam tabel berikut:

Tabel 12. Pengeluaran makan esensial, Pendapatan, Disposible Income dan ATP di Propinsi DKI Jakarta, 2004.

Variabel

Rata-rata

SD

Minimal

Maksimal

Pengeluaran Makan esensial

315,203

309,835

0

9,900,000

Pendapatan

1,103,474

1,670,526

0

30,000,000

Disposible Income

887,708

1,523,029

0

27,700,000

ATP

44,385

76,151

0

1,384,28

Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Rata-rata ATP keluarga di Propinsi DKI Jakarta adalah 45 ribu rupiah perbulan per rumah tangga. Artinya dana masyarakat yang betul-betul bisa di manfaatkan seandainya ada suatu kebijakan terkait pola tarif adalah sebesar nilai ATP tersebut. Nilai ini adalah nilai pembiayaan yang bersumber masyarakat apabila akan dipakai untuk memperoleh barang atau pelayanan jasa.

Tabel 13. Rata-rata Makan esensial, pengeluaran, dan ATP per Kabupaten/Kota (per-RT per bulan)

KABUPATEN/KOTA

Pengeluaran Makan (esensial)

Total Income

Disposible

Income

ATP

Kab. Adm.
Kep. Seribu

217.220

211.807

164.266

8.213

Kota Jakarta Selatan

407.368

1.400.797

1.104.045

55.202

Kota Jakarta Timur

243.966

1.307.947

1.119.377

55.969

Kota Jakarta Pusat

327.937

1.153.154

919.559

45.978

Kota Jakarta Barat

316.719

1.117.046

887.657

44.383

Kota Jakarta Utara

326.937

953.419

743.769

37.188

Propinsi

315.203

1.103.474

887.708

44.385

Sumber: Pengolahan Susenas, 2004

Terlihat Kota Jakarta Timur dan Jakarta Selatan memiliki ATP yang terbesar di bandingkan kabupaten/kota yang ada di DKI Jakarta sebesar 55 ribu rupiah per rumah tangga per bulan.


Sarana Pelayanan Kesehatan di Propinsi DKI Jakarta.

Berikut ini akan menggambarkan fasilitas kesehatan yang terdapat di Propinsi DKI sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat.

Tabel 14. Sarana Yankes Dasar (Puskesmas dan RB) di DKI Rasio Penduduk /Puskesmas, 2006.

Wilayah

Puskesmas

RB

Rasio Pend

/Puksesmas

Jakarta Pusat

37

9

23.827

Jakarta Utara

42

9

28.126

Jakarta Barat

73

7

21.601

Jakarta Selatan

73

7

23.631

Jakarta Timur

78

14

27.424

Kep. Seribu

6

0

3.276

Total

309

46

24.348

Sumber : Profil Dinas Kesehatan DKI, 2006

Terlihat bahwa jumlah sarana kesehatan dasar di DKI ada 309 puskesmas dan 46 Rumah Bersalin. Rata-rata per puskesmas melayani 24.348 jiwa. Rasio kecukupan puskesmas secara nasional adalah 28.000 jiwa /puskesmas berarti rasio di DKI sudah memadai jumlah fasilitas kesehatan dasar. Untuk semua wilayah di DKI sudah memadai untuk pelayanan kesehatan dasar.

Sarana kesehatan rujukan dapat dilihat dari jumlah rumah sakit dan jumlah tempat tidur yang ada dan rasio terhadap jumlah penduduk.

Tabel 15. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan di Prop. DKI

Wilayah

Depkes

Pemda

TNI/POLRI

BUMN

Swasta

Jakarta Pusat

1

1

3

1

10

Jakarta Utara

0

1

0

1

7

Jakarta Barat

0

1

0

1

7

Jakarta Selatan

1

0

1

1

15

Jakarta Timur

1

2

4

0

11

Total

3

5

8

4

50

Sumber : Profil Dinas Kesehatan DKI, 2006

Dari informasi diatas dapat dilihat bahwa setiap kota di DKI memiliki rumah sakit rujukan yang sangat banyak. Misal di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur ada 18 Rumah Sakit Rujukan. Dan RS swasta yang berjumlah 50 Rumah sakit atau hampir 71,5% dari jumlah RS yang ada tentulah sangat berat persaingan yang ada di sana, dapat kita bayang kan dengan hanya luas 650 KM2 memiliki 70 Rumah sakit rujukan sunggung fantastis data ini. Hal ini yang harus di perhatikan oleh rumah sakit dalam strategi penentuan pola tarif dan pelayanan kesehatan..

Tabel 16. Informasi Apotek, Toko Obat dan Pengobatan Tradisional

(BATRA) di Prop. DKI

Wilayah

Farmasi

Batra

Jumlah

Apotek

Toko Obat

Jakarta Pusat

171

113

267

551

Jakarta Utara

148

99

133

380

Jakarta Barat

263

180

223

666

Jakarta Selatan

235

68

148

451

Jakarta Timur

204

155

161

520

Sumber: Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2006

Dari tabel 16 diatas terlihat jumlah Apotek dan Toko Obat serta BATRA yang demikian besar, yang kesemuanya merupakan unit kegiatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan menjamurnya unit kegiatan Yankes yang demikian besar tampak bahwa memang demand terhadap kesehatan di DKI sangat tinggi.

Penulis :

Ki Hariyadi
Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK)
Fakultas Kedokteran-UGM
2006.

Sumber literatur dan Data:

BPS, Data Susenas 2004.
http://www.dinkes-dki.go.id/fasilitas.html
http://www.kependudukancapil.go.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Jakarta

Free Web Counters
DSL ISP Service